Bangunan Ksadan didesain sebagai tempat pertemuan para raja. Pada bagian yang lebih tinggi, terdapat tempat duduk wali kerajaan yang terbuat dari batu alam yang merupakan singgasana dimana bertahta raja Federasi Belu Tasifetto atau Loro Bauho. Di Ksadan itu, biasanya dilangsungkan pelantikan para Nai Adat pada kerajaan-kerajaan kecil di wilayah Belu-Tasifettoh
Sebagai sebuah situs bangunan arkeologis maka bangunan Ksadan telah ikut memberikan bukti-bukti yang cukup akurat untuk mengungkapkan realitas kehidupan manusia pada masa lalu. Melalui kajian-kajian arkeologis, maka kehidupan manusia pada masa lalu bisa terungkap secara jelas, karena Situs Ksadan mampu merekam jejak-jejak kehidupan manusia Belu pada masa silam melalui kegiatan misalnya ekskavasi yang bertujuan mengetahui kehidupan masa silam dan peralatan-peralatan yang digunakan manusia pada masa silam.
Ksadan merupakan peninggalan nenek moyang Kabupaten Belu yaitu sebuah tempat persidangan para raja tempo dulu yang berdiri di sebuah bukit kecil di Lereng Gunung Lakaan, Tarikin, Tasifeto Timur. Untuk sampai ke lokasi tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama, karena jarak dari pusat kota Belu hanya 14 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Selain dapat menyaksikan peninggalan para raja, pemandangan dari bukit ini amat indah.
Untuk menuju lokasi dapat diantar oleh para pemandu jalan/juru kunci. Untuk memasuki Ksadan, terlebih dahulu juru kunci membuat sajian diikuti dengan pembacaan mantra. Kemudian juru kunci akan memberitahukan waktu yang tepat untuk masuk Ksadan. Pertama kali masuk Ksadan akan menjumpai sebuah bangunan lempengan-lempengan batu berwarna hitam yang disusun setinggi satu meter. Dibagian atas bangunan tersebut terdapat sepasang batu, yang satu menyerupai bola dan yang satu menyerupai telur, sebagai gambaran sumber kehidupan yang selalu berpasangan. Bangunan ini diberi nama Uru Datok Knuk Datok. Ditengah-tengah bangunan ini terdapat Nawa Ruas Au Fatuk, sebuah batu seperti kuali yang sengaja dipajang untuk menyimpan kepala musuh yang tewas dalam peperangan melawan kerajaan Fahalaran. Ditempat ini juga dibuat sesajian kepada Dewata.
Memasuki gerbang agung terlihat Ksadan Mane yang terdiri dari tiga buah lempengan batu hitam yang ditata seperti tungku, melambangkan keagungan Tuhan dan sumber kekuatan kerajaan. Menurut cerita, batu tersebut merupakan tempat duduk Meo (para panglima perang) dari tiga kerajaan kecil yakni Tohe, Aitoun, dan Asumanu yang masuk dalam kerajaan Fehalaran. Disini juga tempat makam raja-raja pertama Kerajaan Fehalaran yaitu Mauk Troi Nurak dan Mauk Troi Tuan. Dari tempat ini pengunjung dapat langsung menuju ke Ksadan Utama yaitu Ksadan Halimodok.
Selain itu pengunjung dapat menyaksikan tempat duduk wali wilayah dari kerajaan-kerajaan kecil, singgasana penguasa kerajaan, dan benda-benda lain yang kesemuanya terbuat dari batu-batuan yang ditata sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang asri.
Sebagai sebuah situs bangunan arkeologis maka bangunan Ksadan telah ikut memberikan bukti-bukti yang cukup akurat untuk mengungkapkan realitas kehidupan manusia pada masa lalu. Melalui kajian-kajian arkeologis, maka kehidupan manusia pada masa lalu bisa terungkap secara jelas, karena Situs Ksadan mampu merekam jejak-jejak kehidupan manusia Belu pada masa silam melalui kegiatan misalnya ekskavasi yang bertujuan mengetahui kehidupan masa silam dan peralatan-peralatan yang digunakan manusia pada masa silam.
Ksadan merupakan peninggalan nenek moyang Kabupaten Belu yaitu sebuah tempat persidangan para raja tempo dulu yang berdiri di sebuah bukit kecil di Lereng Gunung Lakaan, Tarikin, Tasifeto Timur. Untuk sampai ke lokasi tidak terlalu membutuhkan waktu yang lama, karena jarak dari pusat kota Belu hanya 14 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Selain dapat menyaksikan peninggalan para raja, pemandangan dari bukit ini amat indah.
Untuk menuju lokasi dapat diantar oleh para pemandu jalan/juru kunci. Untuk memasuki Ksadan, terlebih dahulu juru kunci membuat sajian diikuti dengan pembacaan mantra. Kemudian juru kunci akan memberitahukan waktu yang tepat untuk masuk Ksadan. Pertama kali masuk Ksadan akan menjumpai sebuah bangunan lempengan-lempengan batu berwarna hitam yang disusun setinggi satu meter. Dibagian atas bangunan tersebut terdapat sepasang batu, yang satu menyerupai bola dan yang satu menyerupai telur, sebagai gambaran sumber kehidupan yang selalu berpasangan. Bangunan ini diberi nama Uru Datok Knuk Datok. Ditengah-tengah bangunan ini terdapat Nawa Ruas Au Fatuk, sebuah batu seperti kuali yang sengaja dipajang untuk menyimpan kepala musuh yang tewas dalam peperangan melawan kerajaan Fahalaran. Ditempat ini juga dibuat sesajian kepada Dewata.
Memasuki gerbang agung terlihat Ksadan Mane yang terdiri dari tiga buah lempengan batu hitam yang ditata seperti tungku, melambangkan keagungan Tuhan dan sumber kekuatan kerajaan. Menurut cerita, batu tersebut merupakan tempat duduk Meo (para panglima perang) dari tiga kerajaan kecil yakni Tohe, Aitoun, dan Asumanu yang masuk dalam kerajaan Fehalaran. Disini juga tempat makam raja-raja pertama Kerajaan Fehalaran yaitu Mauk Troi Nurak dan Mauk Troi Tuan. Dari tempat ini pengunjung dapat langsung menuju ke Ksadan Utama yaitu Ksadan Halimodok.
Selain itu pengunjung dapat menyaksikan tempat duduk wali wilayah dari kerajaan-kerajaan kecil, singgasana penguasa kerajaan, dan benda-benda lain yang kesemuanya terbuat dari batu-batuan yang ditata sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang asri.