Benteng yang terletak di puncak bukit Makes, Desa Dirun ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, benteng ini berjarak ± 2 km dari Dusun Nuawa’in Desa Dirun. Sedangkan jarak dari Kota Atambua menuju Desa Dirun ± 40 km, dengan waktu perjalanan ± 1,5 jam. Benteng Makes menurut cerita masyarakat setempat sudah ada sebelum penguasaan Portugis dan beberapa kali berpindah tangan sampai akhirnya dijaga oleh 3 pahlawan lokal dai 3 suku lokal yaitu suku Loos, suku Sri Gatal, dan suku Monesogo. Tempat ini mempunyai potensi wisata yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi salah satu prioritas unggulan oleh Pemda Kabubupaten Belu dalam hal ini Disbudpar Kabupaten Belu. Untuk sementara waktu memang fasilitas sarana dan prasana di benteng ini masih belum memadai.
Secara Geografis Desa Dirun berbatasan dengan :
v Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tohe kecamatan Raihat
v Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sisi Fatuberal kecamatan Lamaknen Selatan
v Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Leowalu kecamatan Lamaknen dan Desa Ekin kecamatan Lamaknen Selatan
v Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ma’udemu Kecamatan Lamaknen.
Benteng berlapis tujuh Makes adalah salah satu benteng di Indonesia Khususnya di wilayah Provinsi NTT Kabupaten Belu memang boleh dikatakan ajaib dan sakral karena apabila para pengunjung ingin bertamasyah ke tempat itu tanpa melalui ritual adat maka yang jelas pasti para pengunjung yang sempat bertandan di tempat itu akan mengalami sesuatu hal yang tidak diinginkan, karena untuk mencapai pintu utama benteng ini harus melalui beberapa pintu bersilang yang tidak gampang untuk masuk, mulai dari pintu gerbang sampai pada pintu utama dari benteng berlapis tujuh ini. Saran Mot Dirun terletak di Desa Dirun, yang di dalamnya terdapat 2 (dua ) Dusun yaitu Dusun Nuawa’in dan Dusun Berlo’o.
Keunikan dari Saran Mot Dirun ini adalah :
v Ada 5 (lima) tempat) yang harus dilewati sambil membuat upacara adat untuk membuka jalan atau pintu menuju Saran Mot.
v Kalau niatnya berkunjung atau sekedar jalan – jalan menuju Saran, syaratnya bisa dengan beras yang dihambur – hamburkan sedikit demi sedikit di tempat – tempat yang sudah ditentukan oleh kepala – kepala suku, kemudian meletakkan sirih pinang dan uang kertas,
v Kalau mau melakukan suatu upacara adat dalam Saran Mot itu sendiri, syaratnya adalah harus membawa beras, uang kertas, ayam jantan warna apa saja, tetapi khusus pintu terakhir masuk Saran harus ayam jantan warna merah dan sirih pinang.
Saran Mot berfungsi sebagai :
Ø Tempat bermusyawarah untuk membentuk struktur pemerintahan adat setempat
Ø Tempat menerima kepala musuh (para meo) sebagai tanda kemenangan dimana para perempuan memukul genderang sambil menari tebe rai ( Likurai ), sedangkan para laki – laki menari biru (Bidu),
Ø Tempat mengadakan upacara syukuran hasil panen pertama berupa jagung dan padi ladang.
Ø Di bagian luar keliling Saran Mot, terdapat kuburan – kuburan Raja :
Ø Sebelah kanan pintu keluar Saran adalah kuburan Raja laki – laki ( Raja Dirun I Dasi Manu Loe), masyarakat Lamaknen menyebutnya dengan Bei A Ipino, sebagai Na’I Dirun I.
Ø Di samping kuburan Raja laki – laki ada kuburan Raja perempuan (Na’i Pana),
Ø Kuburan di samping kuburan Raja perempuan ini adalah kuburan dari Suku Mamulak.
Ø Kuburan di bagian kiri dari pintu keluar adalah kuburan berturut – turut dari Suku Lo’os, Siri Gatal, Kamane dan Mone Walu ( laki – laki ke – 8 ).
Ø Kuburan di pintu ke – 6 pintu masuk itu adalah kuburan dari Suku Lo’os (Bei Koi, Nene)
Bahasa yang digunakan sehari – hari oleh masyarakat setempat adalah Bahasa Bunak (Marae).
Di atas bukit benteng bertujuh lapis itu di sekelilingnya dihiasi dengan panorama yang indah dan menakjub, karena disekitar bukit itu ditumbuhi tumbuhan kaktus dengan hamparan alamindah dan luas. Bila ketika kita berdiri tepat di pinggiran bukit itu terlihat jelas Negara tetangga Timor Leste dan wilayah desa-desa lain yang ada di perbatasan. Selain itu juga ada keunikan tersendiri ketika kita memandang ke bagian barat tampak gunung lakaan menjulang megah perkasa, salah gunung tertinggi di pulau Timor. Dan ketika memandang kearah selatan maka akan terlihat dari dekat sebuah lembah yang diberi nama para leluhur lembah Fulan Fehan yang ditumbuhi pepohonan dan kaktus dan tanah berdarah merah.Bila kita memandang ke arah utara akan terlihat juga sebuah lembah Balokama tepatnya diapit oleh bukit benteng bertujuh lapis dan gunung lakaan.
Selain bisa menikmati pemandangan yang indah dan mempesona, juga dapat dinikmati pemandangan di beberapa Desa di wilayah perbatasan RI-RDTL, seperti Desa Duarato, Kewar, Fulur, Makir,Builalu, Nualain, Lakmaras, Henes, Loonuna, Ekin, Sisi Fatuberal dan Desa Leowalu. Di Desa Dirun ini juga masih banyak peninggalan - peninggalan bersejarah yang masih tersimpan rapi yang duhulunya dipakai untuk upacara-upacara adat (ksadan) seperti Besi dara yang merupakan salah satu tempat keramat apabila orang mau pergi berperang atau mau merantau di tempat inilah dilakukan ritual adat dengan membunuh ayam jantan merah dan babi.
Terdapat pula peninggalan-peninggalan bersejarah rumah-rumah adat Sirigatal, Loos,Kamane, Monewalu Nigi Bokal, Monewalu Ot Hotel, Lepo, Lalis, Alin kabu, Leorawan, Siri Gatal Purbul, Sirigatal Reu Gol, Monewalu Goronto, Uma metan, serta sebuah bangunan tua tempat kediaman Raja Laku Mali, dan sebuah Kapela tua permanen pertama di Lamaknen yang masih berdiri kokoh di tengah perkampungan Desa Dirun.
Secara Geografis Desa Dirun berbatasan dengan :
v Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tohe kecamatan Raihat
v Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sisi Fatuberal kecamatan Lamaknen Selatan
v Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Leowalu kecamatan Lamaknen dan Desa Ekin kecamatan Lamaknen Selatan
v Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ma’udemu Kecamatan Lamaknen.
Benteng berlapis tujuh Makes adalah salah satu benteng di Indonesia Khususnya di wilayah Provinsi NTT Kabupaten Belu memang boleh dikatakan ajaib dan sakral karena apabila para pengunjung ingin bertamasyah ke tempat itu tanpa melalui ritual adat maka yang jelas pasti para pengunjung yang sempat bertandan di tempat itu akan mengalami sesuatu hal yang tidak diinginkan, karena untuk mencapai pintu utama benteng ini harus melalui beberapa pintu bersilang yang tidak gampang untuk masuk, mulai dari pintu gerbang sampai pada pintu utama dari benteng berlapis tujuh ini. Saran Mot Dirun terletak di Desa Dirun, yang di dalamnya terdapat 2 (dua ) Dusun yaitu Dusun Nuawa’in dan Dusun Berlo’o.
Keunikan dari Saran Mot Dirun ini adalah :
- Memiliki benteng dalam bentuk pagar batu sebanyak 7 (tujuh) lapis atau tujuh tingkat pertahanan yang tersusun rapi, sangat kuat dan masih asli
- Memiliki sebuah meriam tua yang terdapat di depan pintu masuk Saran Mot, meriam ini adalah bekas peninggalan bangsa Portugis
- Bahwa bangunan benteng ini, tidak mungkin dikerjakan oleh tangan manusia sendiri tetapi menurut kepercayaan masyarakat, benteng ini dibangun atau disusun rapi dan kuat karena adanya campur tangan dari para makhluk gaib
- Pada lapisan ke – 7 (tujuh) benteng ini, yang diameter lingkarannya ± 10 m, konon apabila melakukan upacara ritual adat dalam lingkaran kecil ini, walaupun ditempati ± 500 – 1000 orang, dipercaya tidak akan memenuhi tempat ini
v Ada 5 (lima) tempat) yang harus dilewati sambil membuat upacara adat untuk membuka jalan atau pintu menuju Saran Mot.
v Kalau niatnya berkunjung atau sekedar jalan – jalan menuju Saran, syaratnya bisa dengan beras yang dihambur – hamburkan sedikit demi sedikit di tempat – tempat yang sudah ditentukan oleh kepala – kepala suku, kemudian meletakkan sirih pinang dan uang kertas,
v Kalau mau melakukan suatu upacara adat dalam Saran Mot itu sendiri, syaratnya adalah harus membawa beras, uang kertas, ayam jantan warna apa saja, tetapi khusus pintu terakhir masuk Saran harus ayam jantan warna merah dan sirih pinang.
Saran Mot berfungsi sebagai :
Ø Tempat bermusyawarah untuk membentuk struktur pemerintahan adat setempat
Ø Tempat menerima kepala musuh (para meo) sebagai tanda kemenangan dimana para perempuan memukul genderang sambil menari tebe rai ( Likurai ), sedangkan para laki – laki menari biru (Bidu),
Ø Tempat mengadakan upacara syukuran hasil panen pertama berupa jagung dan padi ladang.
Ø Di bagian luar keliling Saran Mot, terdapat kuburan – kuburan Raja :
Ø Sebelah kanan pintu keluar Saran adalah kuburan Raja laki – laki ( Raja Dirun I Dasi Manu Loe), masyarakat Lamaknen menyebutnya dengan Bei A Ipino, sebagai Na’I Dirun I.
Ø Di samping kuburan Raja laki – laki ada kuburan Raja perempuan (Na’i Pana),
Ø Kuburan di samping kuburan Raja perempuan ini adalah kuburan dari Suku Mamulak.
Ø Kuburan di bagian kiri dari pintu keluar adalah kuburan berturut – turut dari Suku Lo’os, Siri Gatal, Kamane dan Mone Walu ( laki – laki ke – 8 ).
Ø Kuburan di pintu ke – 6 pintu masuk itu adalah kuburan dari Suku Lo’os (Bei Koi, Nene)
Bahasa yang digunakan sehari – hari oleh masyarakat setempat adalah Bahasa Bunak (Marae).
Di atas bukit benteng bertujuh lapis itu di sekelilingnya dihiasi dengan panorama yang indah dan menakjub, karena disekitar bukit itu ditumbuhi tumbuhan kaktus dengan hamparan alamindah dan luas. Bila ketika kita berdiri tepat di pinggiran bukit itu terlihat jelas Negara tetangga Timor Leste dan wilayah desa-desa lain yang ada di perbatasan. Selain itu juga ada keunikan tersendiri ketika kita memandang ke bagian barat tampak gunung lakaan menjulang megah perkasa, salah gunung tertinggi di pulau Timor. Dan ketika memandang kearah selatan maka akan terlihat dari dekat sebuah lembah yang diberi nama para leluhur lembah Fulan Fehan yang ditumbuhi pepohonan dan kaktus dan tanah berdarah merah.Bila kita memandang ke arah utara akan terlihat juga sebuah lembah Balokama tepatnya diapit oleh bukit benteng bertujuh lapis dan gunung lakaan.
Selain bisa menikmati pemandangan yang indah dan mempesona, juga dapat dinikmati pemandangan di beberapa Desa di wilayah perbatasan RI-RDTL, seperti Desa Duarato, Kewar, Fulur, Makir,Builalu, Nualain, Lakmaras, Henes, Loonuna, Ekin, Sisi Fatuberal dan Desa Leowalu. Di Desa Dirun ini juga masih banyak peninggalan - peninggalan bersejarah yang masih tersimpan rapi yang duhulunya dipakai untuk upacara-upacara adat (ksadan) seperti Besi dara yang merupakan salah satu tempat keramat apabila orang mau pergi berperang atau mau merantau di tempat inilah dilakukan ritual adat dengan membunuh ayam jantan merah dan babi.
Terdapat pula peninggalan-peninggalan bersejarah rumah-rumah adat Sirigatal, Loos,Kamane, Monewalu Nigi Bokal, Monewalu Ot Hotel, Lepo, Lalis, Alin kabu, Leorawan, Siri Gatal Purbul, Sirigatal Reu Gol, Monewalu Goronto, Uma metan, serta sebuah bangunan tua tempat kediaman Raja Laku Mali, dan sebuah Kapela tua permanen pertama di Lamaknen yang masih berdiri kokoh di tengah perkampungan Desa Dirun.